I Live For Another Day

Beberapa bulan terakhir gw merasa tersesat…antara mulai kehilangan pegangan dan tujuan yg memudar. Gw, adalah seseorang yang purpose driven. Tujuan ini masih sama, sama seperti 20 tahun lalu saat gw memutuskan komitmen ke hal ini. 20 tahun lalu? Yes I was 9+ years old
Part 1

Tujuannya semakin ngeblur, karena tujuan gw adalah masyarakat itu sendiri, fix them- to be exact. Disinilah kebluran itu dimulai: masyarakat. Berkali-kali bilang ke diri sendiri, kenapa berusaha ngebenerin masyarakat sampah ini? Masyarakat yang baiknya di genocide aja? Masayarakt yang terlalu mudah terprovokasi, makan tuh segala atas nama agama tanpa dicerna, masyarakat EGOIS yang merasa memiliki hak atas semuanya tanpa memikirkan hak orang lain juga. Pengendara motor yang merasa trotoar adalah jalannya, perokok yang merasa berhak ngerokok dimana aja, penggosip yang berhak judgemental dan menyebarkan itu ke siapa aja. EVen komtradiksi Aleppo barat dan timur. Wait, are all of them human? MUAK. WHY THE FUCK I SHOULD CARE WITH THIS SCUMBAG.

Dan gw hanya karena “sesimpel” peramg di dalam kepala kehilangan selera untuk apapun. Untuk kerja, untuk berkarya, untuk hidup. Buat apa? Karena masyarakat udah terlalu bobrok. Buat apa? Toh I am a solo fighter. Buat apa? Toh gada rumah tempat berpulang. Gw cuma debu kosmik semesta. There’s no more purpose left to believed and to be lived on. I am done. Plus I am having trust issue. It’s pointless to keep living. I come home to my 3x3m nest with emptiness inside my soul…everyday. I really don’t want to continue. I am tired and feeling useless and powerless. My purpose is an absolute utopia.

Part 2

The conversation  I do the most is between me…..and me. Chatt app contain group chatts that I am not that active commenting on it. Names? I can count with my single hand and it’s not that often anyway. I crave for conversation but people make me boring. Only some can really get me, but they are not always there-at least not for me. Maybe they always there for someone else. Ini bumerang gw. Gw menghargai waktu personal orang karena gw juga butuh ruang. Tapi karena sedikitnya orang yang nyambung sama gw, gw bisa terlalu intens. I afraid, when I step into a new relationship, this such need-conversation-will be a time bomb because it is one-sided need. Gw akan craving nelepon tiap hari dan share basically everything… dan ngebuat dia penuh, penat, full, pecah, dan….. 
Part 3

There you go. Purpose is my backbone, home (in this case: peopple I care the most) is my supporting system. Rute backbone manapun, hilang. Beberapa orang mungkin bisa punya rumah saat mereka tersesat, bingung, dan siam sejenak, ditengah orang-orang yang paling mereka percaya dan mempercayai mereka. Did I mention about trust issue? Gw ga percaya pada masyarakat dan supporting system pun untuk bernafasnya atau recharge the energy juga gada. Apa yang gw punya? Kalau dibilang , lo punya Allah..iya gw punya… but I am tired. If Allah is my home then I want to back home. I do afraid. I do sinful. But the rest is consequences. I will jom longer….think.

Gw lalu inget start up gw, dan gw mencoba inget apa tujuannya. Bumi. Gw inget sampah jariyah dan inget tujuannya apa. Bumi. Gw pilih dkv dan advertising buat apa? Buat brainwash. Forget about trusting people. Jangan pernah jadikan manusia sebagai tujuan. They just never stop betray you. My 10 year old version is somewhat wiser and more visioner that who I am today. That’s the real purpose. I simply forget…. the purpose is never, never anout the human. They are the tools, the media, the motor, but never be the purpose. My purpose is for something that never betray me, the purest, kindest, richest, strongest, honest thing you ever see. Maaf, gw lupa dan sempat terdeviasi. Tujuanku, bukan pada Indonesianya, tapi Buminya, yang kebetulan fokus di indonesia, apapun topeng nya nanti. 
Allah belom nyuruh gw pulang, meski Dia tau gw kangen dan udah kibar bendera putih. Dia menghembuskan nyawa ke-3 buat gw hari ini (atau ke 4? Karena gw lolos 1 jam keberangkatan dari yang kecelakaan kereta bintaro waktu itu) 

Hasbunallah wa nimal wakil. Nimal maula wa niman nasir.

—